Rabu, 04 Mei 2011

“SILENT DISASTER” BERNAMA KECELAKAAN LALU LINTAS

Apabila kita mencermati tingginya angka kecelakaan lalu lintas, sepertinya hal tersebut kurang mendapat tanggapan yang serius dari kita semua. Padahal menurut pendapat beberapa ahli bahwa kecelakaan lalu lintas secara halus merupakan “mesin pembunuh” nomor satu di Indonesia. Tidak demikian halnya dengan suatu bencana yang memporakporandakan suatu daerah, merenggut jiwa dan asset kehidupan manusia lainnya yang mendapat respon dari berbagai kalangan. Hampir setiap hari kita selalu disuguhi berbagai pemberitaan di media massa baik elektronik maupun cetak yang memberitakan tentang kecelakaan lalu lntas. Hal tersebut terkadang membuat kita menganggap bahwa kecelakaan lalu lintas sebagai suatu peristiwa yang biasa saja. Ironisnya lagi sebagian masyarakat menganggap bahwa kecelakaan lalu lintas sebagai suatu takdir yang wajar yang harus diterima sehingga tidak perlu lagi dicegah maupun diminimalisir.
Masyarakat kurang menyadari bahwa kematian akibat kecelakaan lalu lintas akan terus berulang kali setiap harinya dalam kurun waktu tertentu jumlah korbannya bisa melebihi suatu bencana alam yang terjadi. Padahal menurut data yang dilansir oleh Ditlantas Polda Kalsel bahwa pada tahun 2009 telah terjadi 473 kejadian laka lantas dengan korban meninggal dunia sebesar 377 jiwa. Apabila dibandingkan dengan angka kejadian kecelakaan lalu lintas pada tahun 2010 hingga bulan September sudah mencapai 556 kejadian dengan korban meninggal dunia sebesar 249 jiwa. Hal tersebut hampir dapat dipastikan akan mengalami peningkatan jumlah kecelakaan lalu lintas di tiga bulan kedepan. Jika angka tersebut dirata-ratakan, maka setiap harinya lebih kurang satu orang meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas di sepanjang jalan Kalimantan Selatan. Kita juga bisa mengatakan bahwa setiap tahunnya jumlah korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas sama dengan “menghilangkan” jumlah penduduk satu desa. Terlebih lagi angka korban akibat kecelakaan lalu lintas dapat diprediksikan akan terus meningkat setiap tahunnya. Meskipun demikian, tragedi kecelakaan lalu lintas dijalan raya dianggap sebagai suatu hal yang biasa saja, walau secara perlahan namun pasti jalan raya terus menelan korban jiwa.
            Pada awal tulisan telah dibahas tentang korban meninggal dunia yang jika diakumulasikan bisa menjadi berkurangnya penduduk yang jumlahnya sebanding dengan satu desa. Namun, kemudian timbul persoalan, bagaimana dengan para korban yang selamat tetapi menderita cacat permanen? Adakah perhatian dari pemerintah atau pihak-pihak yang berkompoten terhadap para penderita cacat akibat kecelakaan lalu lintas ini?   Presentase terbesar yang menjadi korban di jalan raya adalah laki-laki dengan usia rata-rata antara 20-40 tahun yang merupakan usia produktif. Mereka pada umumnya adalah pencari nafkah atau tulang punggung bagi keluarganya. Dapat dibayangkan bagaimana kehidupan keluarganya kemudian jikalau sang pencari nafkah tidak bisa lagi bekerja mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Menurut pendapat Sdr Munzil Koordinator Masyarakat Peduli Keselamatan Jalan Raya bahwa saat ini Indonesia menduduki peringkat pertama di ASEAN dalam hal tingginya angka kecelakaan lalu lintas. Sedangkan menurut Prof Dr Idrus A Paturusi, beberapa waktu lalu, memprediksi bahwa pada tahun 2020 nanti kecelakaan lalu lintas akan menjadi mesin pembunuh nomor satu di Indonesia. Inilah yang disebut dengan “Silent Disaster” karena kecelakaan lalu lintas di jalan raya ini tidak didahului dengan gejala atau pertanda apapun. Setiap saat, setiap waktu nyawa siapapun bisa terenggut, bila lalai atau akibat kelalaian sarana dan infrastruktur transportasi.
Guna menghindari dan menekan seminimal mungkin angka kecelakaan lalu lintas diperlukan berbagai aksi nyata oleh semua kalangan, baik oleh pemerintah, pendidik, tokoh agama, tokoh masyarakat maupun masyarakat pengguna jalan. Keamanan dan keselamatan berlalu lintas bukan hanya menjadi tugas Polisi Lalu Lintas semata, namun menjadi tugas semua kalangan maupun pemangku kepentingan (stake holder) dibidang lalu lintas sesuai tugas dan kewenangnnya masing-masing sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang. Dilingkungan tempat tinggal atau rumah sudah seharusnya para orang tua menanamkan pendidikan berlalu lintas yang baik. Para pendidik harus lebih aktif dalam memberikan pendidikan berlalu lintas terutama bagi para pelajar berusia dini. Para tokoh agama dan tokoh masyarakat sekiranya dapat memasukkan pesan-pesan keselamatan berlalu lintas dalam setiap nasihatnya kepada masyarakat. Tak ketinggalan peran para produsen kendaraan bermotor yang seharusnya membuat iklan yang mendidik dengan tidak menggoda pengguna jalan untuk memacu kendaraannya sekencang mungkin seperti yang digambarkan dalam iklan. Hal tersebut dapat mempengaruhi psikologi pengendara, sehingga ketika berada di jalan raya, selalu saja mau memacu kendaraan, meskipun kondisinya tidak memungkinkan. 
Tentunya kita semua berharap dan memimpikan bahwa dilingkungan kita menjadi suatu lingkungan yang  zero accident, terbebas dari rasa ketakutan akan terjadinya kecelakaan, sehingga kita bisa menyelamatkan nasib bangsa ini dengan menghindarkan generasi penerus  dari meninggal dunia sia-sia dijalanan. 


Oleh : AKP DYDIT DWI SUSANTO, SIK, M.Si
          Ses Spripim Polda Kalsel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar