Selasa, 03 Mei 2011

MEMBERANGUS TERORISME DI INDONESIA



Terorisme menurut UU No 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas dengan cara merampas kemerdekaan, menghilangkan nyawa dan harta benda atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik maupun fasilitas internasional. Selain itu, menurut As Ops Kapolri Irjen Pol Drs. Sunarko D.A, dalam kuliahnya di Lemhanas terorisme juga termasuk dalam “Extra ordinary Crime” karena terorisme menimbulkan korban jiwa dan harta benda, menimbulkan terror, memiliki jaringan yang kuat dan organisasi yang terencana dan berdampak luas baik nasional, regional maupun internasional.
Berdasarkan data yang dirilis dari Mabes Polri seperti yang disampaikan oleh As Ops Kapolri Irjen Pol Drs. Sunarko D.A, bahwa sejak tahun 2002 hingga 2011 Polri telah menangkap 604 pelaku, dengan 63 pelaku diantaranya tewas di TKP. Polri telah menyelesaikan 192 perkara terorisme dan saat ini para pelakunya telah menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan dan mengidentifikasi 10 pelaku bom bunuh diri. Berbagai peristiwa tersebut berdampak luas dan mendalam serta merusak citra bangsa Indonesia dimata Internasional.
Sebenarnya, bangsa dan negara kita telah berusaha mencegah dan menanggulangi segala bentuk radikalisme dan terorisme. Salah satu usaha untuk mencegah dan menangkal pergerakan terorisme di Indonesia adalah melalui penegakan hukum (law enforcement). Hal tersebut sejalan dengan apa yang diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 3 yang menyatakan bahwa Negara kita adalah Negara Hukum. Selain itu, menurut Gusagis K Ngazis (2010) bahwa penegakan hukum berdasarkan hukum positif merupakan cara yang sangat tepat dan beradab dalam rangka mengatasi terorisme di Indonesia. Namun perlu digarisbawahi bahwa penegakan hukum semata tidaklah cukup dalam mengatasi pergerakan terorisme. 
ANALISIS PERMASALAHAN
Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa penegakan hukum dinegara kita belumlah sempurna. Fakta yang menunjukkan belum sempurnanya penegakan hukum adalah adanya ketidakadilan, korupsi yang merajalela, merebaknya berbagai penyakit masyarakat, maraknya tindakan anarkhis dan sebagainya. Selain itu, lemahnya kesadaran masyarakat untuk mentaati hukum menjadi salah satu komponen penyebab tumbuh suburnya gerakan terorisme di Indonesia.  Lemahnya kesadaran masyarakat terhadap hukum salah satunya disebabkan oleh lemahnya rasa cinta masyarakat terhadap bangsa dan negaranya atau biasa disebut semangat Nasionalisme.
Menurut Gusagis K Ngazis (2010) tumbuh suburnya terorisme juga tidak terlepas dari penghayatan dan pengamalan nilai-nilai luhur Pancasila yang sangat memprihatinkan. Terlebih lagi dengan dikeluarkannya Tap MRP RI No : XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dan pembubaran BP-7, sehingga menyebabkan terjadinya degradasi diberbagai aspek kehidupan bermasyarakat dan munculnya berbagai penyebaran nilai-nilai budaya asing yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila.
Kemiskinan dan terjadinya kesenjangan sosial juga menjadi penyebab tumbuh dan berkembangnya gerakan terorisme. Kemiskinan menyebabkan siapa saja mau berbuat apa saja demi mencapai kehidupan yang lebih sejahtera. Selain itu, regulasi dinegara kita yang belum mewadahi sepenuhnya dalam menanggulangi pergerakan terorisme juga menjadi penyebab tumbuh suburnya terorisme di Indonesia. 
UPAYA PEMECAHAN MASALAH
            Meskipun terorisme merupakan tindakan yang biadab, namun dalam menanggulanginya harus tetap berpedoman pada hukum, sebab negara kita merupakan Negara hukum dan Negara yang berdasarkan hukum. Salah satu kunci keberhasilan penegakan hukum adalah penerapan hukum yang konsisten dan konsekuen dengan semangat mewujudkan keadilan dan ketertiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
            Selain itu, masih menurut Gusagis K Ngazis (2010) perlu adanya penjara atau lembaga pemasyarakatan khusus bagi pelaku terorisme guna mencegah terkontaminasinya tahanan kriminal lainnya dari penyebaran terorisme, sehingga kekhawatiran tahanan akan menjadi ladang subur untuk kaderisasi terorisme dapat dihindarkan.
            Selanjutnya program deradikalisasi juga merupakan salah satu program dalam upaya memberangus pergerakan terorisme di Indonesia. Menurut Brigjen Pol. Dr Petrus R. Golose (2010), deradikalisasi merupakan segala upaya untuk menetralisir paham-paham radikal melalui pendekatan interdisiplin seperti hukum, psikologi, agama dan sosial budaya bagi mereka yang dipengaruhi paham radikal dan pernah terlibat terorisme, termasuk para keluarga pelaku terorisme, simpatisan terorisme dan masyarakat umum. Adapun salah satu sasaran program tersebut adalah pelibatan narapidana dan eks narapidana kasus terorisme yang telah sadar, seperti pelibatan Nasir Abas (eks Ketua Mantiqi II Al Jamaah Al Islamiyah) dalam memberikan pencerahan kepada narapidana kasus terorisme yang belum sadar. Antara deradikalisasi dengan law enforcement diharapkan berjalan beriringan, artinya bahwa penegakan hukum dan program deradikalisasi harus dilaksanakan secara bersama-sama. Penegakan hukum tanpa deradikalisasi apalah artinya karena penegakan hukum semata tidak membuat jera para pelaku terorisme, demikian juga deradikalisasi tanpa adanya penegakan hukum juga akan mempersulit aparat penegak hukum dalam memberangus terorisme di Indonesia.
            Kemudian, menumbuhkan kembali dan penguatan kearifan lokal merupakan salah satu upaya dalam menangkal dan mencegah tumbuhnya terorisme di Indonesia. Menurut Saini KM (2005) kearifan lokal adalah sikap, pandangan dan kemampuan suatu komunitas didalam mengelola lingkungan rohani dan jasmaninya yang dapat memberikan daya tahan dan daya tumbuh di dalam wilayah dimana komunitas itu berada. Salah satu contoh kearifan lokal adalah adanya himbauan yang bertuliskan “ Tamu Wajib Lapor 1 x 24 jam”. Apabila kita telaah lebih jauh, makna himbauan tersebut adanya nilai silahturahmi, tepo seliro, keterbukaan dan saling menerima orang lain tanpa pandang bulu sebagai wujud kepedulian terhadap sesama manusia sehingga dapat dijadikan media dalam mencegah masuknya gerakan terorisme disuatu daerah.
            Dalam menanggulangi dan memberantas terorisme di Indonesia, para aparat penegak hukum berpayung pada ketentuan hukum positif yang berlaku. Disamping Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menjadi Lex Generalis, juga mengacu pada hukum khusus (lex spesialis) yaitu Undang-Undang No 15 tahun 2003 tentang Penetapan Perpu No. 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang tersebut beberapa pelaku terorisme telah dihukum dan divonis hukuman mati dengan Undang-Undang ini. Namun hal tersebut tidak membuat para pelaku terorisme surut, bahkan gerakan terorisme mampu beradaptasi dan membangun jaringan baru. Oleh sebab itu, diperlukan penguatan regulasi dalam mendukung upaya pemberantasan tindak pidana terorisme yang berkembang menjadi Extra ordinary crime.
            Upaya mengantisipasi terhadap berbagai serangan terorisme yang setiap saat dapat terjadi di negara kita, mutlak harus dilakukan. Dengan adanya lembaga atau badan khusus yang menangani masalah terorisme, maka diharapkan dapat mengantisipasi dan melakukan tindakan sedini mungkin terhadap berbagai kemungkinan tumbuhnya benih-benih terorisme di masa yang akan datang. Guna menjawab kebutuhan tersebut maka pemerintah telah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berdasarkan Peraturan Presiden RI (Perpres) No. 46 tahun. Selain itu, diperlukan juga penguatan Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti teror yang dimiliki oleh Polri dari tingkat pusat hingga daerah (Polda). Penguatan tersebut tidak hanya penguatan kemampuan, namun juga penguatan dibidang sarana prasarana, sumber daya manusia, anggaran dan sebagainya.
            Adapun upaya penanggulangan terorisme yang tak kalah pentingnya adalah melakukan gerakan pemasyarakatan Pancasila dengan berlandaskan kepada nilai-nilai luhur Pancasila yang merupakan pedoman hidup dan pedoman bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 
Oleh : Dydit Dwi Susanto, SIK, M.Si 
           Ses Spripim Polda Kalsel




1 komentar:

  1. Masih di Polda Kalsel? Gusagis yg dimaksud di sini Gusagis yg di mana ya?

    BalasHapus