Selasa, 03 Mei 2011

POLUSI UDARA MENGANCAM JIWA POLISI LALU LINTAS

Di era pembangunan nasional seperti saat ini, salah satu titik berat yang sedang digalakkan oleh pemerintah saat ini adalah pembangunan disegala bidang, termasuk pembangunan ekonomi. Salah satu penunjang pembangunan ekonomi adalah terpenuhinya kebutuhan dibidang transportasi yang sejalan dengan perubahan gaya hidup, perkembangan kota dan bertambahnya jumlah penduduk. Semakin meningkatnya kebutuhan transportasi, maka semakin meningkat pula konsumsi energy yang sudah barang tentu juga kan meningkatkan pencemaran udara.
            Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia atau biologi di atmosfir dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan makhluk hidup, termasuk manusia dan mengganggu estetika serta kenyamanan atau merusak property. Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia (Sudrajat Agung, 2006).
            Sedangkan secara umum definisi udara yang tercemar adalah perbedaan komposisi udara actual dengan kondisi udara normal dimana komposisi udara actual tidak mendukung kehidupan manusia. Bahan atau zat pencemaran udara sendiri dapat berbentuk gas dan partikel. Banyak factor yang dapat menyebabkan pencemaran udara, diantaranya pencemaran yang ditimbulkan oleh sumber-sumber alami atau kegiatan manusia atau kombinasi keduanya. Pencemaran udara berdampak secara langsung dan local, regional, global atau tidak langsung dalam kurun waktu lama (BPLHD Jakarta, 2006).
            Kontribusi pencemaran udara 70% diantaranya dihasilkan dari sector transportasi (JICA, 1997). Padahal setiap tahunnya jumlah dan penggunaan kendaraan bermotor semakin bertambah dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 12% dengan sepeda motor memegang komposisi terbesar dengan 73% dari jumlah kendaraan pada tahun 2002-2003 dan pertumbuhannya mencapai 30% dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (Kementrian Lingkungan Hidup, 2008).
DAMPAK KESEHATAN
            Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang dapat menimbulkan dampak dampak negative, baik terhadap kesehatan manusiamaupun terhadap lingkungan, seperti timbal atau timah hitam (Pb), Suspended Particulate Matter (SPM), Oksida Nitrogen, (NOx), Hidrokarbon (HC), Karbon Monoksida (CO) dan Oksida Fotokimia (Ox). Kendaraan bermotor menyumbang hamper 100% timbale, 13-44% SPM, 71-89% hidrokarbon, 43-73% NOx dan hampir seluruh karbon monoksida (CO) ke udara. Adapun dampak dari zat-zat beracun tersebut apabila masuk ketubuh antara lain :
Karbon Monoksida (CO)
Formasi CO merupakan fungsi dari rasio kebutuhan udara dan bahan bakar dalam proses pembakaran di ruang bakar mesin kendaraan bermotor. Karbon Monoksida dapat mengakibatkan turunnya berat janin dan meningkatkan jumlah kematian bayi serta mengakibatkan kerusakan otak.
Nitrogen Dioksida ( NO2)
Bersifat racun terutama terhadap paru-paru. Kadar NO2 yang lebih tinggi dari 110 ppm dapat mematikan sebagian besar binatang percobaan dan 90% dari kematian tersebut disebabkan oleh gejala pembengkakan paru-paru. Sedangkan kadar NO2 sebesar 800 ppm akan mengakibatkan 100% kematian pada binatang-binatang yang diuji dalam waktu 29 menit. Selain itu percobaan pemakaian NO2 dengan kadar 5 ppm selama 10 menit terhadap manusia mengakibatkan kesulitan dalam bernafas.
Sulfur Oksida (SOx)
Pengaruh utama polutan SOx terhadap manusia adalah iritasi sistem pernafasan dan membahayakn sistem pernafasan kardiovaskuler.
Hidrokarbon (HC)
Hidrokarbon yangberada diudara akan bereaksi dengan bahan-bahan lain dan akan membentuk ikatan baru yang disebut plycyclic aromatic hydrocarbon (PAH) yang banyak dijumpai di daerah industry dan daerah padat lalu lintas. Bila PAH ini masuk dalam paru-paru akan menimbulkan lakua dan merangsang terbentuknya sel-sel kanker.
Khlorin (C12)
Apabila gas khlorin masuk dalam jaringan paru-paru dan bereaksi dengan ion hydrogen akan dapat membentuk asam khlorida yang bersifat sangat korosif dan menyebabkan iritasi dan peradangan pada manusia.
Partikulat debu (TSP)
Partikulat debu dapat langsung masuk kedalam paru-paru dan mengendap di alveoli. Selain itu, partikulat debu dapat mengganggu saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan iritasi.

Substansi pencemar yang terdapat diuadar dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui sistem pernafasan. Penetrasi zat pencemar tergantung dari jenis pencemar. Partikulat berukuran besar dapat tertahan di saluran pernafasan bagian atas, sedangkan partikulat berukuran kecil dan berbentuk gas dapat mencapai paru-paru. Kemudian dari Paru-paru, zat pencemar diserap oleh sistem peredaran darah dan menyebar keseluruh tubuh. Dampak kesehatan yang paling umum dijumpai adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), termasuk didalamnya asma, bronchitis dan gangguan pernafasan lainnya. Beberapa zat pencemar dikategorikan sebagai toksik dan karsinogenik (BPLHD Jakarta, 2006).



KELOMPOK RENTAN
            Menurut Budi Haryoto, peneliti dari Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia mengatakan bahwa Polisi Lalu Lintas menjadi salah satu kelompok masyarakat yang rentan terhadap dampak pencemaran udara. Kandungan debu yang dihisap oleh Polantas 3-4 kali lipat dari batas normal yakni 0,065 miligram per meter kubik. Debu yang terhisap melebihi ambang batas yang telah ditentukan dapat menyebabkan gangguan saluran pernafasan, mengurangi harapan hidup 1 tahun, mempengaruhi kinerja jantung dan paru-paru, pusing, mual, muntah dan apabila menyerang balita dapat menyebabkan kematian.
            Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mery Bidangan Pasorong- Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta tahun 2007 dimana hasil penelitian menyimpulkan bahwa populasi yang beresiko tinggi terhadap timah hitam (Pb) yang merupakan salah satu zat yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor adalah Polisi Lalu Lintas yang bekerja dijalan raya.
            Sebagai akibat dari menghirup udara yang tercemar setiap harinya, jiwa dan keselamatan Polantas dapat melayang. Korelasi antara amcaman pencemaran udara dengan kesehatan Polantas bukan sekedar hasil penelitian. Pada bulan Juli 2008 ada dua peristiwa yang menguatkan anggapan bahwa jalanan bisa menjadi momok bagi Polantas. Pertama, kematian Briptu Adi Sunyoto. Dia meninggal dunia dengan hasil diagnosis dokter bahwa kadar karbon di tubuhnya melebihi ambang batas. Kedua, kematian Briptu Nursahid anggota Polantas Polres Surabaya Timur. Hasil diagnosis dokter terhadap korban bahwa kadar karbon ditubuh korban melebihi ambang batas yang telah ditentukan.

PEMECAHAN MASALAH
            Guna mencegah agar tidak jatuh korban anggota Polantas lagi akibat pencemaran udara yang mengancam tanpa mereka sadari, maka upaya yang dapat dilakukan antara lain:
a) Mensosialisasikan dan membiasakan anggota yang bertugas dilapangan agar menggunakan masker. Dengan penggunaan masker diharapkan dapat menyaring partikulat debu yang masuk ke saluran pernafasan, sehingga setidaknya dapat menekan sekecil mungkin resiko gangguan pernafasan akibat dari pencemaran udara.
b) Melaksanakan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan berkala. Dengan demikian dapat mengetahui sampai sejauhmana kondisi kesehatan para petugas Polantas, terutama anggota Polantas yang sering berada dijalanan dan dapat dilakukan upaya-upaya pencegahan dan tindakan sedini mungkin demi kesehatan para petugas Polantas.
c) Melakukan rolling atau perputaran posisi bertugas secara periodik. Petugas Polantas yang selama ini sering bertugas dibagian operasional dijalanan, dalam kurun waktu tertentu diadakan pertukaran posisi dengan petugas Polantas yang bertugas di bagian administrasi. Sehingga setidaknya dapat menekan resiko petugas untuk tercemar polusi udara.

Oleh :
AKP DYDIT DWI SUSANTO, SIK, M.Si
(Ses Spripim Polda Kalsel)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar